DPMD Kukar Dorong Desa Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Pertanian

Foto : Simulasi Tanam Pangan Desa Sekretaris Daerah (Sekda) Kukar, Sunggono bersama Jajaran Forkopimda di Taman Literasi, Desa Loa Kulu Kota, Kecamatan Loa Kulu
KATANUSNANTARA.COM Tenggarong– Pemerintah desa di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) didorong untuk mengalihkan fokus pembangunan dari proyek fisik semata ke arah penguatan sektor pertanian. Langkah ini merupakan bagian dari strategi ketahanan pangan daerah, sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Kukar menjadikan daerah sebagai lumbung pangan Kalimantan Timur.
Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, dalam kesempatan Panen Raya di Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kukar, menyatakan bahwa pemerintah desa perlu beralih ke penguatan sektor pertanian. Hal ini juga sejalan dengan program “Asta Cita” yang dicanangkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, menegaskan bahwa desa memiliki peran vital dalam mewujudkan kemandirian pangan, mengingat Kukar dikenal dengan potensi lahan pertanian yang luas dan subur.
“Pemerintah desa harus mulai membangun sinergi dengan para petani. Salah satunya di kawasan Desa Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu, karena Pemkab Kukar tengah mendorong program besar menuju lumbung pangan Kaltim,” ujar Arianto pada Minggu (11/5/2025).
Menurutnya, struktur ekonomi Kalimantan Timur masih sangat bertumpu pada sektor pertanian, terutama di wilayah pedesaan Kukar. Oleh karena itu, pengembangan pertanian perlu mendapat alokasi anggaran yang cukup, baik dari Alokasi Dana Desa (ADD) maupun sumber lainnya.
“Harus ada keberpihakan dalam anggaran desa untuk sektor pertanian. ADD dapat dimanfaatkan untuk pengadaan sarana produksi, pelatihan petani, hingga penguatan kelembagaan pertanian,” jelasnya.
Arianto menambahkan, salah satu strategi yang dapat ditempuh desa adalah memperkuat peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam mendukung ketahanan pangan. Pemerintah desa, sesuai arahan Kementerian Desa, dapat mengalokasikan hingga 20 persen dari ADD sebagai penyertaan modal bagi BUMDes yang menjalankan program pertanian.
“Namun, perlu dilihat dulu kondisi BUMDes-nya. Jika sehat dan produktif, penyertaan modal tidak masalah. Jika belum optimal, perlu pembenahan,” tambahnya.
Langkah ini diharapkan tidak hanya berdampak pada stabilitas pangan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi warga desa. Arianto berharap desa-desa dengan lahan potensial memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan pertanian berbasis komunitas. (Adv)







