Transisi Energi Mendesak, DPMD Kukar Dorong UMKM Jadi Tulang Punggung Ekonomi Baru

Kegiatan FGD Penguatan dan Pengembangan UMKM (Istimewa)
TENGGARONG — Ketergantungan ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) pada sektor tambang mulai memasuki fase kritis. Di tengah menurunnya aktivitas ekstraktif dan dorongan nasional menuju transisi energi, wilayah-wilayah terdampak tambang harus bergerak cepat mempersiapkan ekonomi alternatif yang lebih berkelanjutan.
Momentum inilah yang dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Yayasan Mitra Hijau (YMH) bersama Universitas Mulawarman dan diikuti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Kartanegara (Kukar).
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Aston Samarinda pada Jumat (24/10/2025) ini mengangkat tema strategis “Penguatan dan Pengembangan UMKM dalam Mendorong Transisi Energi Berkeadilan bagi Masyarakat Terdampak Tambang Batubara”.
Bagi Kukar yang memiliki ratusan desa berada di sekitar kawasan tambang—forum ini menjadi jembatan penting untuk mengalihkan ketergantungan ekonomi masyarakat menuju sektor yang lebih tahan krisis.
Penggerak Swadaya Masyarakat DPMD Kukar, Ahmad Irji’I, menegaskan bahwa transisi energi tidak hanya berbicara teknologi ataupun regulasi energi bersih. Yang paling terdampak adalah masyarakat desa yang selama puluhan tahun bergantung pada industri batubara.
“Kegiatan FGD ini langkah strategis memperkuat transisi ekonomi pascatambang. Lewat dialog lintas pihak, kita harapkan muncul gagasan konkret dan kolaborasi jangka panjang untuk membangun UMKM yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Irji’I.
Ia menyoroti bahwa kelemahan UMKM di desa tambang bisa menjadi penghambat terbesar dalam proses transisi energi nasional.
BPS Kaltim mencatat sektor tambang masih menyumbang lebih dari 46 persen PDRB provinsi pada 2023. Kontribusi besar ini di satu sisi menggerakkan ekonomi, namun di sisi lain memicu ketimpangan.
Ketika aktivitas tambang menurun, desa-desa di Kukar, Paser, dan Samarinda menghadapi ancaman seperti pendapatan warga turun drastis, eluang kerja menyempit, UMKM lokal tidak siap menggantikan ekonomi tambang dan ketergantungan terhadap CSR tanpa pemberdayaan jangka panjang
“Jika ekosistem usahanya rapuh, masyarakat akan terpukul ketika tambang berhenti,” tegas Irji’I.
FGD yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, aktivis lingkungan, pelaku CSR, komunitas perempuan, dan pendamping UMKM ini menjadi ruang penting untuk menyamakan langkah.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap muncul rekomendasi nyata untuk memperkuat UMKM pascatambang. Forum ini juga membuka ruang pertukaran ide antara pemerintah, pelaku usaha, forum perempuan, pendamping UMKM, dan berbagai pemangku kepentingan agar ekonomi lokal bisa bangkit,” ujar Irji’I.
Ia menekankan bahwa dukungan penuh dari lembaga desa dan pemerintah daerah sangat penting agar masyarakat tidak terjebak dalam krisis ekonomi ketika siklus tambang meredup.
Irji’I menegaskan bahwa transisi energi hanya akan sukses apabila masyarakat desa—yang selama ini berada di lingkar pertambangan—mendapat peluang ekonomi baru, bukan justru terdampak paling berat.
“Transisi energi harus berkeadilan. Masyarakat desa tidak boleh hanya menjadi penonton. UMKM harus menjadi fondasi ekonomi baru ketika batubara tidak lagi berjaya,” tutupnya. (Adv)





